BERKACA PADA NEGERI SAKURA: PASAR TRADISIONAL INDONESIA GOES TO INTERNASIONA


Mendengar kumpulan huruf yang menjadi sebuah kata “tradisional” bagi kebanyakan orang mengartikannya sebagai sesuatu yang kuno dan norak, bahkan mungkin mengatakannya primitif. Mau tidak mau kita harus mengakuinya, bahwa tradisional itu sudah ada di peradaban manusia yang pertama kali menginjakkan di bumi Sang Pencipta ini yaitu zaman Adam dan Hawa. Ketika matahari semakin hafal jalur revolusinya, saat bumi tak lelah lagi berotasi, umur dunia dan kehidupanpun semakin bisa dihitung dengan hari. Zaman yang dulunya menulis saja menggunakan ukiran di batu, bertahan hidup dari panas dan dingin hanya di sebuah di gua yang gelap gulita, serta jual beli dilakukan hanya dengan sistem pertukaran barang, kini semuanya bisa dilakukan dengan serba mudah, praktis, dan modern.
Berbicara mengenai jual beli tak lepas dari sebuah tempat pusat jual beli salah satunya yaitu pasar tradisional. Pendam fikiran mengenai pasar tradisional itu adalah pasar yang kuno. Sebenarnya benar ya, tetapi tidak se-kuno itu. Pasar tradisional apabila dibandingkan dengan pasar modern seperti minimarket dan supermarket memang bukanlah pinang yang dibelah dua, tetapi bagaikan air dan api yang notabene sangatlah berbeda.
Kehadiran pasar modern tidak bisa dipungkiri lagi karena zaman memang telah berubah kearah yang serba praktis. Pasar modern semakin menggerus eksistensi pasar tradisional tak terkecuali keunikan dari nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Namun keberadaan pasar tradisional harus tetap dipertahankan, karena masih menggandung segudang nilai-nilai luhur, kearifan lokal, toleransi, kerukunan, dan saling tolong-menolong dalam hubungan jual beli. Pasar tradisional mengajarkan benih mahal kepedulian yang merupakan nilai kemanusiaan.
Menjaga pasar tradisional sama halnya kita melindungi aset berharga bangsa ini. Nilai-nilai yang ada di dalamnya tidak bisa kita dapatkan di pasar modern yang menawarkan sejuta kemerlap konsumerisme. Tidak cukup hanya dengan menjaga eksistensi pasar tradisional kepada masyarakat dalam negeri saja, namun harus dapat mempromosikannya kepada dunia internasional seiring dengan gemuruh ombak globalisasi. Mengenalkan pasar tradisional kepada dunia, artinya juga mengenalkan khas Indonesia secara keseluruhan, meliputi kebudayaan, produk dalam negeri dan nilai-nilai lokal yang tersirat di dalamnya.
Perlu adanya tempat strategis yang dimana banyak terdapat lalu lalang orang asing atau turis di dalamnya. Selain tempat wisata, ada salah satu tempat lain lagi yaitu Bandar Udara (Bandara) internasional. Ya, banguna yang kebanyakan berstruktur baja dan tempat tongkrongan benda bak burung buraq raksasa ini adalah salah satu tempat yang klikuntuk mempromosikan Indonesia. Kenapa? Karena di tempat megah ini banyak terdapat blok-blok yang merupakan tempat jual beli disetiap lantai bandara. Bahkan blok ini lebih banyak dari pada loket-loket maskapai pesawat.
Bandara saat ini sudah seperti bangunan yang kompleks dan terintegrasi. selain pusat jual beli ada juga tempat rekreasinya. Awal bulan Februari 2014 yang lalu saya pergi ke Jepang untuk acara presentasi paper  di Hokkaido University. Sebelum sampai di negeri sakura itu, saya transit dulu di bandara internasional yang terletak di Bangkok, Thailand. Jika dijejerkan dengan keempat bandara internasional di Indonesia yang saya pernah kunjungi yaitu Bandara Juanda (Surabaya), Bandara Sultan Hasanuddin (Makassar), Bandara I Gusti Ngurai Rai (Denpasar), dan Bandara Soekarni-Hatta (Jakarta), Bandara Suvardhabumi ini telah lebih dulu mencuri start dari segi segi kemewahan, kelengkapan fasilitas, dan kebersihannya dari keempat bandara tersebut. Lain halnya dengan Bandara Chitose, Sapporo, Hokkaido, Jepang tempat saya pertama kali menginjakan kaki desa ini di negara maju tersebut. Selain megah dan bersih, tempat ini juga sangat kompleks. Terdapat smile road di lantai 3 yang berisikan boneka doraemon berukuran besar dananime khas Jepang lainnya. Selain itu juag terintegrasi dengan stasiun kereta yang berada di lantai bawah tanahnya. Kecanggihan teknologi di bandara ini sudah tak bisa dipungkiri, memang Jepang adalah sang Rajanya teknologi dunia. Namun dibalik itu semua, Jepang tisdak melupakan budayanya yaitu pasar tradisional yang mereka letakkan di dalam Bandara Chitose ini.
Mari kita bercermin pada Bandara Chitose ini. Sangat jauh berbeda dengan bandara yang saya sebutkan di atas tadi bahkan dengan bandara modern lain di dunia ini. Yaitu terdapat satu blok yang layaknya pasar tradisional, lengkap dengan dagangan tradisonal yang menyajikan produk utama di Hokkaido, yaitu perikanan seperti ikan salmon dan hasil pertanian seperti melon. Mana mungkin pasar tradisional dalam bandara? Bagaimana bisa? Pasti Kotor dan jarang yang beli kan? Jawabnya iya kalau itu pasar tradisional yang di Indonesia. Bukan bermaksud merendahkan negeri sendiri, namun Saya hanya mencoba mengagumi dan memuji kampung halaman Doraemon ini.
Di blok ini, pengunjung bisa menikmati suasana jual beli layaknya di pasar tradisonal Jepang, barang yang dibeli dikemas sangat rapi sesuai khas Jepang. Tempatnya terlihat sangat bersih dan sama sekali tidak menimbulkan bau yang tidak sedap, tidak seperti di pasar tradisional Indonesia. Bahkan ada pula yang menyajikan dagangannya di dalam sebuah bak mobil layaknya di pasar tradisional beneran. Yang menarik tentunya, berbeda dengan suasana di pasar tradisioanl sesungguhnya, di sini yang berlalu lalang adalah para turis sebagai pembeli yang menenteng koper besarnya.
Maha Besar Alloh yang telah menciptakan orang-orang Jepang dengan kecerdasan otak yang luar biasa. Selain unggul dalam bidang teknologi, mereka tidak melupakan budayanya, salah satunya pasar tradisioanal. Bahkan ilham mereka sangat cemerlang sekali, tak pernah terselip dibenak negeri manapun jika mereka akan menempatkan pasar tradisional di dalam bandara kelas internasional.
ii
 Gambar 1. Suasana Pasar Tradisional di Bandara Chitose (www.kompasiana.com)
Gambar diatas merupakan suasana pasar tradisional di Bandara Chitose. Ketiak saya berada disana, benar-benar tidak menyangka kalau itu adalah pasar tradisonal dalam bandara, ya mungkin karena tertutup dengan kemewahan bandara tersebut. Tempat itu memang tidak saya abadikan langsung dengan kamera. Padahal saya sendiri duduk di sekitar blok tersebut, tetapi benar-benar tak menyangka. Jepang, Jepang.
Sebuah ide muncul setelah bercermin kepada negeri tersebut. Jika pendekatan ini diterapkan di Indonesia mungkin juga akan berdampak baik. Tidak hanya mungkin, bahkan pasti akan berdampak untuk mengangkat kembali nama Indonesia di mata dunia dan merenovasi perekonomian negeri ini yaitu dengan sentuhan lokal pasar tradisonal di dalam bandara. Bandara Internasional Soekarno-Hatta (Soetta), Bandara I Gusti Ngurai Rai, Bandara Sultan Hasanuddin, Bandara Juanda dan   lainnya merupakan beberapa bandara Internasional di Indonesia yang dapat diterapkan pendekatan ini.
Bandara Soetta akan lebih saya soroti untuk diterapkan pendekatan ini. Tidak hanya karena letaknya yang dekat dengan ibu kota negara, namun juga saat ini bandara tersebut sedang mengalami pembangunan yang berkiblat ke bandara terbaik di dunia saat ini, yaitu bandara Incheon di Seoul, Korea Selatan. Paling tidak ada sentuhan khas tradisional yang bisa menambah kekhasan bandara yang katanya nomor 1 di Indonesia ini. Bandara internasional lainnya di Indonesia juga merupakan tempat strategis untuk mempromosikan pasar tradisional dan kekhasan Indonesia pada sebuah deret blok khusus di bagian bandara. Berikut ide Saya mengenai konsep pasar tradisional Indonesia di dalam bandara:
  1. Jika pasar tradisional Bandara Chitose menempatkan mobil sayur untuk menjajakan dagangannya, di Indonesia bisa diganti dengan gerobak sayur dengan aksen bendera merah putih.
  2. Pelayanan jual beli beserta komunikasi dilakukan seperti halnya di pasar tradisional umumnya, tawar menawar secara ramah dan jujur dan tetap loyal pada nilai kepedulian. Sehingga pengunjung asing yang datang akan mengenal nilai-nilai kearifan lokal pasar Indonesia dan gelar Indonesia sebagai negara teramah di dunia tidak hanya berhenti di tulisan media massa saja, tetapi pengunjung bisa membuktikannya sendiri.
  3. Bermacam-macam makanan tradisional khas Indonesia dari Sabang-Merauke beserta jajanannya turut andil dengan kemasan yang menarik dan bersih (belajar dari kemasan makanan Jepang) serta harganya yang terjangkau akan menyeletup hati pengunjung untuk melangkahkan kaki ke tempat yang umumnya di nilai kotor dan becek ini.
  4. Penjual di pasar ini juga akan memakai busana tradisional khas Indonesia dari Bumi Aceh-Negeri kaya raya Papua. Mereka dapat memakai kebaya, batik, pakaian suku dayak, dan lain-lain. Sehingga negeri unik dengan sejuta keberagaman ini dapat dikenal dunia dengan cara yang modern tanpa meninggalkan nilai-nilai lokal yang bersumber dari pasar tradisional.
  5. Semilir lagu khas Indonesia akan memanjakan pengunjung di blok ini, lagu-lagu perjuangan dan lagu-lagu daerah Indonesia ini menjadi teman setia pengunjung saat berbelanja. Lagunya yang indah dan penuh semangat ini diputar lirih namun tetap berasa nilai keindahannya menambah khas pasar tradisional yang akan semakin dikenal baik oelh dunia ini.
  6. Dengan adanya pasar tradisional di blok ini akan memberikan gaya dorong bagi Usaha Kelompok Menengah, Kecil dan Mikro (UMKM) untuk lebih kreatif membuat produk modern dengan balutan lokal yang dapat menjadi daya tarik turis yang sedang berada di bandara tersebut.
Kita sebagai generasi emas bangsa tetap harus belajar merawat Indonesia. Belajar merawat Indonesia tidak hanya merawat dalam konteks lingkungan saja. Namun juga mengarah ke budaya, misalnya melalui pasar tradisional, hal dapat digunakan untuk memperbaiki perekonomian negeri yang tengah tertunduk. Dimuliai dari kita sebagai generasi perubahan negeri yang didambakan, mari kita bersama meluangkan waktu untuk memikirkan negeri ini. Memutar otak untuk mencari jejak solusi atas segala hiruk pikuk permasalahan bangsa.
By: Dhany Pangestu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

About us